KEDUDUKAN DAN PERANAN GURU
DALAM
PANDANGAN ISLAM
MAKALAH
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Dosen Pengapu : Drs . H. Waluyo Hadi, M.Pd
NAMA : AMININ
NIM : 10001350
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH MUHAMMADIYAH
(STIT M) KENDAL
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu hal yang menarik pada
ajaran Islam ialah penghargaan Islam yang sangat tinggi terhadap guru. Begitu
tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat di
bawah kedudukan nabi dan rasul. sangat menghargai pengetahuan.
Sebenarnya tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi ajaran
Islam itu sendiri. Islam memuliakan pengetahuan, pengetahuan itu didapat dari
belajar dan mengajar, yang belajar adalah calon guru, dan yang mengajar adalah
guru. Maka, tidak boleh tidak, Islam pasti memuliakan guru. Tak terbayangkan
terjadinya perkembangan pengetahuan tanpa adanya orang yang belajar dan
mengajar, tidak terbayangkan adanya belajar dan mengajar tanpa adanya guru.
Karena Mengapa demikian? Karena guru selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan),
sedangkan Islam Islam adalah agama, maka pandangan tentang guru, kedudukan
guru, tidak terlepas dari nilai-nilai kelangitan.
Ada penyebab khas mengapa orang Islam amat menghargai guru, yaitu pandangan
bahwa ilmu (pengetahuan) itu semuanya bersumber pada Tuhan.
Pendidik dalam Islam ialah siapa
saja yang bertanggung-jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam,
orang yang paling bertanggung-jawab adalah orangtua (ayah dan ibu) anak didik.
Tanggung jawab itu disebabkan oleh dua hal yaitu pertama, karena kodrat yaitu
karena orangtua ditakdirkan menjadi orangtua anaknya, dan karena itu ia
ditakdirkan pula bertanggung-jawab mendidik anaknya.
Kedua, karena
kepentingan kedua orangtua yaitu orangtua berkepentingan terhadap kemajuan
perkembangan anaknya. Kemudian pendidik dalam Islam adalah guru.Kata guru
berasal dalam bahasa Indonesia yang berarti orang yang mengajar.
Dalam bahasa Arab istilah
yang mengacu kepada pengertian guru lebih banyak lagi seperti al-alim (jamaknya
ulama) atau al-mu’allim, yang berarti orang yang mengetahui dan banyak
digunakan para ulama/ahli pendidikan untuk menunjuk pada hati guru. Selain itu
ada pula sebagian ulama yang menggunakan istilah al-mudarris untuk arti orang
yang mengajar atau orang yang memberi pelajaran. Selain itu terdapat pula
istilah ustadz untuk menunjuk kepada arti guru yang khusus mengajar bidang
pengetahuan agama Islam.
Jadi, guru yang dimaksud disini ialah pendidik yang memberikan pelajaran kepada
murid, biasanya guru adalah pendidik yang memegang mata pelajaran di sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Guru
Dalam pengertian yang sederhan, guru adalah orang yang memberikan
ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah
orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu tidak mesti di
lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di Masjid, di Surau atau Musholla,
di Rumah dan sebagainya.
Hakikat guru atau pendidik dalam islam pada perinsipnya tidak
hanya mereka yang mempunyai kualifikasi keguruan secara formal yang diperoleh
dari bangku sekolah perguruan tinggi. Melainkan yang terpenting adalah mereka
yang mempunyai kompetensi keilmuan tertentu dan dapat menjadikan orang lain
pandai dalam matra kognitif, afektif, dan psikomotorik. Matra kognitif
menjadikan peserta didik cerdas intelektualnya, matra afektif menjadikan siswa
mempunyai sikap dan perilaku yang sopan, dan matra psikomotorik menjadikan
siswa terampil dalam melaksanakan aktivitas secara efektif dan efesien, scara
tepat guna.
Pendidik merupakan salah satu komponen penting dalam proses
pendidikan. Di pundaknya terletak tanggung jawab yang besar dalam upaya
mengantarkan peserta didik ke arah tujuan pendidikan yang telah diciptakan.
Secara umum pendidik adalah mereka yang memiliki tanggung jawab mendidik.
Mereka adalah manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya melaksanakan
proses pendidikan.
Menerut Ahmad Tafsir, pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik. Mereka harus dapat
mengupayakan seluruh potensi peserta didik, baik kognitif, afektif, maupun
psikomotorik. Potensi-potensi ini dikembangkan sedenmikian rupa dikembangkan
secara seimbang sampai mencapai tingkat yang optimal berdasarkan ajran Islam.
Dalam kontek pendidikan Islam pendidik atau guru disebut dengan Murobbi,
Mu’allim Dan Muaddib. Kata atau istilah “Murobbi”,misalnya, sering
dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik
yang bersifat jasmani atau rohani. Pemeliharaan seperti ini terlihat dalam
proses orang tua dalam membesarkan anaknya. Mereka tentunya berusaha memberikan
pelanyanan secara penuh agar anaknya tumbuh dengan fisik yang sehat dan
berkepribadian serta akhlak yang terpuji.
Sedangkan untuk istilah “Muallim”, pada umumnya dipakai
dalam membicarakan aktivitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan
ilmu pengetahuan, dari seorang yang tahu kepada seorang yang tidak tahu. Adapun
istilah “Muaddib”, menurut Al-Attas, lebih lebih luas dari istilah “Muallim”
dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam.
BB .
KEDUDUKAN GURU DALAM ISLAM
Kita menemukan
banyak sekali hadits yang mengajarkan betapa tinggi kedudukan orang
berpengetahuan yang biasanya dihubungkan pula dengan orang yang menuntut ilmu.
Al-Ghazali menjelaskan kedudukan sangat tinggi yang diduduki oleh orang
berpengetahuan dengan ucapannya bahwa orang alim yang bersedia mengamalkan
pengetahuannya adalah orang besar di semua kerajaan langit. Dia seperti
matahari yang menerangi alam. Ia mempunyai cahaya dalam dirinya. Seperti minyak
wangi yang mengharumi orang lain karena ia memang wangi.
Kedudukan orang alim dalam
Islam dihargai tinggi bila orang itu mengamalkan ilmunya. Mengamalkan ilmu
dengan cara mengajarkan ilmu itu kepada orang lain adalah suatu pengamalan yang
paling dihargai oleh Islam. Mengutip kitab Ihya’ Al-Ghazali yang mengatakan
bahwa siapa yang memilih pekerjaan mengajar maka ia sesungguhnya telah memilih
pekerjaan besar dan penting. guru selalu terkait dengan ilmu pengetahuan.
Sedangkan Islam amat menghargai ilmu.
Pengahargaan Islam terhadap ilmu
tergambar dalam sebuah sebuah hadits:
"Apabila seorang alim meninggal maka terjadilah kekosongan dalam Islam
yang tidak dapat diisi kecuali oleh seorang alim yang lain."
Sebenarnya tingginya
kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri. Islam
memuliakan pengetahuan; pengetahuan itu didapat dari belajar dan mengajar. Yang
belajar adalah calon guru dan yang mengajar adalah guru. Maka tidak boleh
tidak, Islam pasti memuliakan guru. Tak terbayangkan terjadinya perkembangan
pengetahuan tanpa adanya orang belajar dan mengajar dan tak terbayangkan pula
adanya belajar dan mengajar tanpa adanya guru.
Tingginya keudukan guru dalam
islam masih dapat disaksikan secara nyata pada zaman sekarang. Itu dapat kita
lihat terutama di pesantren-pesantren di Indonesia. Santri bahkan tidak berani
menantang sinar mata kyainya. Sebagian lagi membungkukkan badan tatkala
mengahadap rumah kyainya. Bahkan, konon ada santri yang tidak berani kencing
menghadap rumah kyai sekalipun berada dalam kamar yang tertutup. Betapa tidak,
mea silau oleh tingkah laku kyai yang begitu mulia, sinar matanya yang
‘menembus’, ilmunya yang luas dan dalam, do’anya yang diyakini mujarab.
Ada penyebab khas mengapa
orang Islam amat menghargai guru, yaitu pandangan bahwa ilmu itu semuanya
bersumber pada Tuhan.
Oleh sebab itu,
Allah azza wa jalla berfirman:
Mereka
menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa
yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana."
(Al-Baqarah: 32)
Sebenarnya terjemahan
Hakim dengan Maha Bijaksana kurang tepat, Karena arti Hakim ialah: yang
mempunyai hikmah. hikmah ialah penciptaan dan penggunaan sesuatu sesuai dengan
sifat, guna dan faedahnya. di sini diartikan dengan Maha Bijaksana Karena
dianggap arti tersebut hampir mendekati arti Hakim.
Ilmu datang dari Tuhan. Guru
pertama adalah Tuhan. Pandangan yang menembus langit ini tidak boleh tidak
telah melahirkan sikap pada orang Islam bahwa ilmu itu tidak terpisah dari
Allah, ilmu tidak terpisah dari guru. Maka kedudukan guru amat tinggi dalam
Islam.
Pandangan ini selanjutnya akan menghasilkan bentuk hubungan antara guru dan
murid. Hubungan guru-murid dalam Islam tidak berdasarkan hubungan untung-rugi
dalam arti ekonomi yang menyebabkan pernah muncul pendapat di kalangan ulama’
Islam bahwa guru haram mengambil upah (gaji) dari pekerjaan mengajar. Hubungan
murid-murid dalam Islam pada hakekatnya adalah hubungan keagamaan, suatu
hubungan yang mempunyai niali kelangitan.
Kedudukan guru
yang demikian tinggi dalam Islam kelihatannya memang berbeda dari kedudukan
guru di dunia Barat. Perbedaan itu jelas karena di Barat kedudukan itu tidak
memiliki warna kelangitan. Hubungan guru-murid juga berbeda. Perbedaan itu juga
karena hubungan guru-murid di Barat tidak lebih dari sekedar orang yang
pengetahuannya lebih banyak daripada murid. Hubungan guru-murid juga tidak
lebih dari sekedar pemberi dan penerima. Karenanya maka wajarlah bila di Barat
hubungan guru-murid adalah hubungan kepentingan antara pemberi dan penerima
jasa (dalam hal ini pengetahuan). Karena itu, hubungan juga dilihat oleh
pembayaran yang dilakukan berdasarkan perhitungan ekonomi.
Dalam sejarah, hubungan guru-murid dalam Islam ternyata sedikit demi sedikit
berubah.
. C. Peranan Guru
Dalam perspektif Islam
keberadaan, peranan, dan fungsi guru merupakan keharusan yang tidak bisa
diingkari. Tidak ada pendidikan tanpa "kehadiran" guru. Guru
merupakan penentu arah dan sistematika pembelajaran mulai dari kurikulum,
sarana, bentuk pola sampai kepada usaha bagaimana anak didik seharusnya belajar
dengan baik dan benar dalam rangka mengakses diri akan pengetahuan dan
nilai-nilai hidup. Guru merupakan resi yang berperan sebagai "Pemberi
Petunjuk" kearah masa sepan anak didik yang lebih baik.
Peran dan tanggung jawab guru
dalam proses pendidikan sangat berat. Apalagi dalam konteks pendidikan Islam,
dimana semua aspek kependidikan dalam Islam terkait dengan nilai-nilai (value
bound), yang melihat guru bukan hanya pada penguasaan material-pengetahuan,
tetapi juga pada investasi nilai-nilai moral dan spiritual yang diembannya
untuk ditransformasikan kearah pembentukan kepribadian anak didik. Sebagai
komponen paling pokok dalam Islam, guru dituntut bagaimana membimbing, melatih,
dan membiasakan anak didik berprilaku baik. Karena itu, eksistensi guru tidak
saja mengajarkan tetapi sekaligus mempratekkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai
kependidikan Islam.
Banyak peranan guru yang
diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau siapa saja yang telah yang
menerjunkan diri menjadi guru. Semua peranan yang diharapkan dari guru seperti
diuraikan dibawah ini.
a. Korektor, Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan
mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda ini harus betul-betul dipahami
dalam kehidupan di masyarakat. Kedua nilai ini mungkin telah anak didik miliki
dan mungkin pula telah mempengaruhinya sebelum anak didik masuk sekolah. Latar
belakang kehidupan anak didik yang berbeda-berbeda sesuai dengan sosial
kultural masyarakat dimana anak didik tinggal akan mewarnai kehidupannya. Semua
nilai yang baik harus guru perhatikan dan semua nilai yang buruk harus
disingkirkan dari jiwa dan watak anak didik. Bila guru membiarkannya, berarti
guru telah mengabaikan peranannya sebagai seorang korektor, yang menilai dan
mengoreksi semua sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didik. Koreksi yang
harus guru lakukan terhadap sikap dan sifat anak didik tidak hanya di sekolah.
Tetapi diluar sekolahpun harus dilakukan. Sebab tidak jarang diluar sekolah
anak didik justru lebih banyak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma
susila, moral, sosial dan agama yang hidup di masyarakat.
b. Inspirator, Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan
ilham yang baik bagi kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah
masalah utama anak didik. Guru harus dapa memberikan petunjuk (ilham)
bagaimana cara belajar yang
baik. Petunjuk itu tidak mesti
harus bertolak dari teori-teori belajar, dari penaglaman pun bisa dijadikan
petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Yang penting bukan teorinya, tapi
bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi anak didik.
c. Informator, Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi
perkembangan ilmu pengeahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran
untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Informasi
yang baik dan efektif diperlukan dari guru. Kesalahan informasi adalah racun
bagi anak didik. Untuk menjadi informator yang baik dan efektif, penguasaan
bahasalah sebagai kuncinya, ditopang dengan bahan yang akan diberikan kepada
anak didik.
d. Organisator, sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan
dari guru. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan
akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik dan
sebagainya. Semuanya diorganisasikan, sehingga dapat mencapai efektivitas dan
efesiensi belajar pada diri anak didik.
e. Motivator, Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar
bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat
menganalisis motif-motif yang melatar belakangi anak didik malas belajar dan
menurun perestasinya di sekolah. Peranan guru sebagai motivator sangat penting
dalam intrkasi edukatif, karena menyangkut esensi pekerjaan pendidik yang
membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance dalam personalisasi dan
sosialisasi diri.
f. Inisiator, dalam perannya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus
ide-ide kemajuan dalam pendidikan pengajaran. proses intraksi edukatif yang ada
sekarang harus diperbaiki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang pendidikan.
g. Fasilitator, sebagai fasilitator, guru
hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan
belajar anak didik. Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruang
kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang
kurang memadai. Menyebabkan anak didik malas belajar. Oleh karena itu menjadi
tugas guru bagaimana menyediakan fasilitas, sehingga akan tercipata lingkungan
belajar yang menyenangkan anak didik.
h. Pembimbing, peranan guru yang tak kalah pentingnya dari semua peranan yang telah
disebutkan di atas adalah sebagai pembimbing. Peranan ini harus lebih
dipentingkan. Karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak
didik menjadi manusia dewasa. Tanpa bimbingan, anak didik akan mengalami
kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya.
i. Demonstrator, dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat anak
didik pahami. Apalagi anak didik yang memiliki intelegensi yang sedang. Untuk
bahan pelajaran yang sukar dipahami anak didik. Guru harus berusaha
membantunya, dengan cara memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis,
sehingga apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman anak didik, tidak
terjadi kesalahan pengertian antara guru dan anak didik. Tujuan pengajaran pun
dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
j. Pengelolaan Kelas, Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan
baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam
rangka menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan
menunjang jalannya interaksi edukatif. Sebaliknya, kelas yang tidak dikelola
dengan baik akan menghambat kegiatan pengajaran. Kelas yang terlalu padat
dengan anak didik, pertukaran udara kurang, penuh kegaduhan, lebih banyak tidak
menguntungkan bagi terlaksananya interaksi edukatif yang optimal. Hal ini tidak
sejalan dengan tujuan umum dari pengelolaan kelas, yaitu menyediakan dan
menggunakan fasilitas kelas bagi bermacam-macam kegiatan belajar mengajar agar
nnencapai hasil yang baik dan optimal.
k. Mediator, sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan
dalarn berbagai bentuk dan jenisnya, baik media nonmaterial maupun materil.
Media berfungsi sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses interaksi
edukatif. Keterampilan menggunakan semua media itu diharapkan dari guru yang
disesuaikan dengan pencapaian tujuan pengajaran.
l. Supervisor, Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki, dan menilai secara kritis
terhadap proses pengajaran. Teknik-teknik supervisi harus guru kuasai dengan baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi
belajar mengajar menjadi lebih baik. Untuk itu kelebihan yang dimiliki
supervisor bukan hanya karena posisi atau kedudukan yang ditempatinya, akan
tetapi juga karena pengalamannya, pendidikannya, kecakapannya, atau
keterampilan-keterampilan yang dimilikinya. atau karena memiliki sifat-sifat
kepribadian yang menonjol daripada orang-orang yang disupervisinya. Dengan
sernua kelebihan yang dimiliki, ia dapat melihat, menilai atau mengadakan
pengawasan terhadap orang atau sesuatu yang disupervisi.
m. Evaluator, Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi
seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang
menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik. Penilaian terhadap aspek intrinsik
lebih menyentuh pada aspek kepribadian anak didik, yakni aspek nilai (values).
Berdasarkan hal ini, guru harus bisa
memberikan penilaian dalam
dimensi yang luas. Penilaian terhadap kepribadian anak didik tentu lebih
diutamakan daripada penilaian terhadap jawaban anak didik ketika diberikan tes.
Anak didik yang berprestasi baik, belum tentu memiliki kepribadian yang baik.
Jadi, penilaian itu pada hakikatnya diarahakan pada perubahan kepribadian anak
didik agar menjadi manusia susila yang cakap
BAB III
KESIMPULAN
1. Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan
kepada anak didik.
2. Kedudukan orang alim dalam Islam dihargai tinggi bila orang itu
mengamalkan ilmunya.
3. Al-Ghazali menjelaskan kedudukan sangat tinggi yang diduduki oleh orang
berpengetahuan dengan ucapannya bahwa orang alim yang bersedia mengamalkan
pengetahuannya adalah orang besar di semua kerajaan langit.
4. Peranan Guru
a. Korektor
b. Inspirator
c. Informator
d. Organisator
e. Motivator
f. Inisiator
g. Fasilitator
h. Pembimbing
i. Demonstrator
j. Pengelolaan Kelas
k. Mediator
l. Supervisor
b. Inspirator
c. Informator
d. Organisator
e. Motivator
f. Inisiator
g. Fasilitator
h. Pembimbing
i. Demonstrator
j. Pengelolaan Kelas
k. Mediator
l. Supervisor
j. Evaluator