TAHLILAH APAKAH DILARANG....?
Ritual
tahlilan merupakan hal yang diada-adakan, yang sama sekali tidak ada
dasar dan ketentuannya dalam Islam. Adapun yang menjadi alasan mengapa
ritual tahlilan dilarang adalah sebagai berikut:
- Termasuk bentuk dari niyâhah (ratapan kepada si mayit) dan merupakan perbuatan orang jahiliyyah.
Dasarnya adalah hadist mauqûf atau âtsar yang shahih dari sahabat Jarir bin Abdullah al-Bajaly :
كُنَّا نَرَي الإجْتِمَاعَ إلي أهْلِ الْمَيِّتِ وَ صَنْعَةُ الطَّعَامِ مِنَ النِّيَاحَةِ
Artinya: Kami
(para sahabat) menganggap kegiatan berkumpul dirumah keluarga mayit
serta mengidangkan makanan merupakan bagian dari niyahah(meratapi
mayit).
Diterima dari Thalhah kemudian dikeluarkan dari Ibnu Abi Syaibah bahwasanya:
قَدَمَ جَرِيْرٌ عَلَي عُمَرَ فَقَالَ :هَلْ يُنَاحُ قَبْلَكُمْ عَلَي الْمَيِّتِ ؟ قَالَ :لَا,قَالَ : فَهَلْ تَجْتَمِعُ النِّسَاءُ عِنْدَكُمْ عَلَي الْمَيِّتِ وَ يُطْعَمُ الطَّعَامُ ؟ قَالَ : نَعَمْ, فَقَالَ : تِلْكَ النِّيَاحَةُ .
Artinya : Sahabat Jarir mendatangi Sahabat Umar. Umar berkata: apakah kamu sekalian suka meratapi mayit? Jarir menjawab: Tidak, Umar berkata: apakah diantara wanita-wanita semua kalian suka berkumpul dirumah keluarga mayit dan memakan hidanganya ? Jarir menjawab: Ya,Umar berkata: hal itu sama dengan niyahah (meratap).
Dari Said bin Jabir dari Kaban atau Abu Hilal al-Bukhtari, kemudian dikeluarkan Abdul al-Razaq. Hadist tersebut, dengan lafal berbeda dikeluarkan pula Ibnu Abi Syaibah melalui perjalanan sanad Fudhalah bin Hashien,’Abd al-Kariem, Sa’ied bin Jabbier, yaitu:
مِنْ
عَمَلِ الْجَا هِلِيَّةِ النِّيَا حَةُ وَ الطَّعَامُ عَلَي الْمَيِّتِ وَ
بَيْتُوْتَةُ الْمَرْاَةِ ثُمَّ اَهْلِ الْمَيِّتِ لَيْسَتْ مِنْهُمْ .
“Merupakan perbuatan orang-orang jahiliyah: niyâhah, hidangan dari keluarga mayit, dan menginapnya para wanita di rumah keluarga mayit”
- Tasyabbuh kepada orang-orang kafir
Tidak
ragu lagi, bahwa ritual tahlilan merupakan ritual yang diadopsi dari
ajaran agama Hindu, berdasarkan keterangan sejarah tahlilan yang telah
dipaparkan sebelumnya. Oleh harena itu ritual tersebut merupakan salah
satu bentuk tasyabbuh (penyerupaan) dengan orang kafir yang dilarang keras oleh Islam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَأَنَّ
هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَاتَتَّبِعُوا السُّبُلَ
فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُم
ْتَتَّقُونَ1
Artinya: “Dan
sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah oleh kalian
kepada jalan itu, dan jangan kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain)
karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikanmu dari jalan-Nya. Yang
demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar kamu bertaqwa” (al-An’am: 153)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ2
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari mereka.”
- Mempersulit dalam urusan agama.
Prinsip
dasar yang dibangun oleh Islam adalah hendak menghilangkan atau
menghindari pembebanan. Hal ini sesuai dengan inti muatan pesan
Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam,
إِنَّ
الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ
فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ
وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ الدُّلْجَةِ.3
“Sesungguhnyaagama
ini (Islam) adalah mudah. Tidaklah seseorang mempersulit diri kecuali
seseorang tersebut akan dikalahkan oleh agama. Maka
bersungguh-sungguhlah dan mendekatkan dirilah dan beri kabar gembiralah.
Dan minta pertolonganlah kalian pada waktu pagi hari dan malam hari dan
pada akhir malam.”
Acara
ritual tahlilan haruslah ditolak dan tidak boleh dilaksanakan karena
didalamnya terdapat unsur yang memberatkan keluarga si mayit. Secara
logika, ketika sebuah keluarga ditinggal mati oleh salah satu anggota
keluarganya tentunya mereka bersedih karena merasa kehilangan, dan
seharusnya mereka kita hibur, bukan malah kita menambah beban mereka
dengan menyibukkan mereka untuk membuat jamuan makanan. Ini bertentangan
dengan prinsip Islam, karena harusnya kita yang membuat makanan untuk
kita hadiahkan kepada mereka agar mereka terhibur. Sebagaimana petunjuk
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya untuk
membuat makanan yang ditujukan kepada keluarga Ja’far ketika ditinggal
mati oleh Ja’far,
إصْنَعُوْا لِأهْلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَإِنَّهُ قَد جَاءَهُمْ مَايَشْغَلَهُمْ4
“Buatlah makanan untuk keluarga Ja’far, karena telah datang suatu urusan yang menyibukkan mereka.”
- Termasuk bid’ah sesat dalam agama.
Sebagaimana
kita ketahui, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para
sahabatnya tidak pernah mengerjakan dan mencontohkan ritual tahlilan
tersebut. Sehingga ritual tersebut dikategorikan sebagai bid’ah dalam
agama yang tertolak. Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
5مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَليْهِ اَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa mengerjakan suatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami, maka amalan tersebut tertolak”
- Pembahasan Tentang Yasinan
- Definisi Yasinan
Yasin
merupakan salah satu nama surat yang terdapat di dalam al-Qur’an,
tepatnya surat ke-36. Di tengah-tengah masyarakat ada satu ritual yaitu
mereka berkumpul membaca surat yasin untuk keperluan tertentu seperti
tahlilan, atau seseorang membacanya pada setiap malam jum’at dengan
tujuan tertentu lainnya karena keyakinan tentang fadhilah-fadhilah yang
terdapat di dalamnya dibandingkan surat-surat yang lainnya. Sehingga
ritual tersebut dinamakan “yasinan.”
Kebanyakan
masyarakat tersebut membiasakan membaca surat yasin baik pada malam
jum’at, ketika mengawali atau menutup majlis ta’lim, ketika ada atau
setelah kematian seseorang, dan pada acara-acara lain yang mereka anggap
penting. Saking seringnya surat Yasin dijadikan bacaan diberbagai pertemuan dan kesempatan.
Pada
umumnya, orang-orang tersebut membacanya karena mereka tergiur oleh
fadhilah atau keutamaan suratYasin dari hadits-hadits yang banyak mereka
dengar atau menurut keterangan guru-guru mereka.
- Dalil-Dalil yang Menganjurkan Yasinan dan Fadhilah-Fadhilahnya
- Dalil naqliy
Kebanyakan
masyarakat membaca suratYasin, sebagaimana yang telah dikemukakan
diatas terkait fadhilah dan ganjaran yang dijanjikan bagi orang yang
membacanya sangatlah besar.
Akan
tetapi, setelah dilakukan kajian dan penelitian tentang hadits-hadits
yang menerangkan fadhilah suratYasin tersebut ternyata semua haditsnya
lemah, bahkan ada yang berstatus palsu, sehingga tidak bisa dijadikan
hujjah untuk mengamalkannya.
Adapun
hadits-hadits yang semuanya Dhaif (lemah) atau Maudhu’ (palsu) yang
mereka jadikan dasar tentang fadhilah surat yasin, diantaranya adalah
sebagai berikut:
إِنَّ
لِكُلِّ شَيْءٍ قَلْبًا وَقَلْبُ الْقُرْآنِ يسٍ مَنْ قَرَأَيسٍ كَتَبَ
اللهُ لَهُ بِقِرَاءَتِه قِرَاءَةَالْقُرْآنِ عَشَرَمَرَّاتٍ
Artinya : Sesungguhnya
segala sesuatu itu memiliki jantung, dan jantungnya al-Qur’an itu
adalah surat Yasin. Barangsiapa yang membaca Yasin maka Allah akan
mencatatkan baginya pahala membaca al-Qur’an sepuluh kali lipat.
Hadits ini di-takhrij
oleh Ad-Darimi (2/456), Tirmidzi (4/46), dan Baihaqi (2223). Kemudian
Tirmidzi mengomentari bahwa hadits ini adalah hadits yang Gharib yang
tidak di ketahui sanadnya kecuali dari riwayat Hamid bin Abdul Rahman,
dan di dalam sanad hadits ini ada seorang perawi yang bernama Harun atau
Muhammad, dia adalah seorang guru/syaikh yang tidak dikenal (majhul).
Hadits ini tidak shahih karena keadaan sanadnya yang dla’if .6
مَنْ قَرَأَيسٍ في لَيْلَةٍابْتِغَاءَ وَجْهَ اللهِ غُفِرَلَهُ
Artinya : Barangsiapa yang membaca surat Yasin pada suatu malam karena mencari ridla Allah maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya.7
مَنْ قَرَأَ يس فَكَأَنَّمَا قَرَأَ الْقُرْآنَ عَشْرَ مَرَّات
Artinya : Barangsiapa yang membaca surat Yasin maka pahalanya seperti membaca al-Qur’an sepuluh kali.8
Hadits ini adalah hadits yang mursal9
dan sebagian ulama menolak hadits ini untuk berhujjah, namun sebagian
ulama hadits ada yang menerimanya dengan beberapa syarat.10
Masih
banyak hadits-hadits yang terkait dengan fadhilah keutamaan surat Yasin
yang lain yang tidak kami cantumkan, yang kesemuanya berstatus
Dhaif(lemah) bahkan Maudhu’ (palsu). Satupun tidak ada yang berstatus
Hasan apalagi Shahih. Jadi tidak bisa diamalkan sama sekali.
- Mengapa Yasinan Dilarang?
Tradisi
Yasinan yang sudah lazim di masyarakat Indonesia khususnya di daerah
pulau Jawa ini sudah menjadi kebiasaan yang sudah di anggap sunnah, oleh
karena dalil-dalil di atas setelah di teliti tidak ada hadits satupun
yang sohih maka penulis menjelaskan, yang ringkasnya :
- Hadits tentang yasinan semuanya tidak shohih, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai hujjah. Dan kita tidak boleh mengatakan bahwa hal itu bersumber dari Nabi SAW.
مَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ الْنَارِ
Artinya: Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah bersiap-siap mencari tempat duduknya di neraka.
- Kita tidak boleh mengamalkan isinya, karena ibadah itu harus ada dalil yang shorih dan harus sesuai apa yang di contohkan oleh Nabi
- Yasinan adalah bid’ah yang di anggap sunnah. Karena hal ini tidak pernah di contohkan oleh Nabi.Sebagaimana hadits yang di riwayatkan oleh imam ahmad dan imam muslim dari ‘Aisyah ra yang berbunyi :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَليْهِ اَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ11
Artinya:
barang siapa yang mengerjakan suatu perbuatan ( agama) yang tidak ada
perintahku untuk melakuklannya , maka perbuatan itu tertolak.
- Karena Nabi SAW dan para shababat tidak pernah melakukannya, maka kita sebagai umat yang mengaku mengikuti risalahnya wajib untuk tidak mengadakan yasinan (tanpa reserve).
- Nabi SAW telah melarang kita mengkhususkan hari Jum’at atau malamnya untuk diisi dengan ibadah-ibadah tertentu. Rasulullah SAW bersabda :
لَاتَخْتَصُّوا
لَيْلَةَ الجُمْعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَلَا تَخْصُوا
يَوْمَ الْجُمعَةِ بِصِيَامِ مِنْ بَيْنَ الْأَيَّامِ إلَّا أنْ يَكُوْنَ
فِي صَوْمٍ يَصُوْمُهُ أحَدُكُمْ (رواه مسلم)
Artinya:
“ janganlah kalian mengkhususkan malam jum’at dari malam-malam
lainnya untuk shalat malam. Jangan pula kalian mengkhususkan hari jum’at
dari hari-hari lainnya untuk puasa kecuali bila bertepatan dengan puasa
sunnah yang biasa dia lakukan
- Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan penelitian yang telah kami lakukan, maka menjadi jelas bahwa:
- Hadits shahih riwayat Abu Dawud dan Imam Ahmad yang dinukil di dalam Kitab Hasyiyah ‘ala Maraqy al-Falah oleh Ahmad ibn Ismail at-Thahawy ternyata mengalami kesalahan penukilan lafadz hadits dari kitab asalnya, yang berakibat fatal terhadap makna hadits tersebut. Sehingga hadits tersebut dijadikan pembenaran dilakukannya ritual Tahlilan.
- Argumen berdasarkan Kaidah Ushul Fiqih al-Istihsan yang mereka gunakan tertolak berdasarkan pemaparan di atas.
- Semua hadits tentang yasinan, setelah melewati penelitian, disamping juga berdasarkan sumber-sumber lain, tidak dapat dijadikan hujjah karena status hadits-hadits tersebut satupun tidak ada yang shahih.
- Berdasarkan argumen-argumen di atas, bahwa pelaksanaan ritual tahlilan dan yasinan itu tidak ada dasarnya dalam agama, sehingga ritual tersebut tergolong dalam kategori bid’ah dhalâlah (sesat) yang tidak bisa diamalkan.
Daftar Pustaka
Al-Qur’an al-Karim
Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, Tanya Jawab Agama Jilid Dua dan Empat.
Yuniardi, Harry, Santri NU Menggugat Tahlilan, Bandung: Mujahid Press, 2009
Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997
Hassan, A. Qadir, Kata Berjawab, Solusi untuk Berbagai Permasalahan Syariah, Surabaya: Pustaka Progressif, 2007
Khalaf, Abdul Wahab, Prof. Dr.; Alih Bahasa: Prof. Drs. KH. Masdar Helmy, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: Gema Risalah Press, 1997
Asy-Syaukani, Fath al-Qadir al-Jami’ Baina Faniyyi ar-Riwâyah wa ad-Dirâyah fi ‘Ilmi at-Tafsîr, Lajnah at-Tahqiq al-Bahts al-‘Ilmi Bidar al-Wafa, tth.
Baihaqi, Syu’abu al-Iman, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tth.
Thahan, Mahmud Dr., Taysîr Musthalah al-Hadits, Dar al-Fikr, tth.
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari
At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi
Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4135127, 10/10/2011
1 Al-Qur’an Surat al-An’am, ayat 153.
2 Abu
Dawud, Sunan Abu Dawud. No. 4033 Bab Fii Lubsyi
asy-Syahroti.Dishahihkan oleh al-Albani, dalam Shahih al-Jami’, no.
6149.
3 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, no. 39.
4 At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi. No. 998 Bab At-Tho’amu Yusna’u li Ahli al-Bait. Hadits ini Hasan-Shahih.
6 Asy-Syaukani, Fath al-Qadîr al-Jami’ Baina Faniyyi ar-Riwayah wa ad-Dirayah fi ‘Ilmi at-Tafsir. Hal, 472-473 (Lajnah at-Tahqiq al-Bahts al-‘Ilmi Bidar al-Wafa, tth).
7 Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban no 2565 (Muassasah ar-Risalah, tth), Didla’ifkan Albani dalam Dla’if At-Targhib Wa At-Tarhib
8 Baihaqi, Syu’abu al-Iman no 2232 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tth).
9 Hadits mursal adalah hadits yang gugur perawi setelah tabi’in pada akhir sanadnya. Mahmud Thahan, Taysir Musthalah al-Hadits, hal. 59 (Dar al-Fikr, tth)
10 Lihat Taysir Musthalah al-Hadits, hal. 60 (Dar al-Fikr, tth)
11 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, No. 75, hal. 289.