Tuesday 22 October 2013

TAHLILAN MENURUT HUKUM ISLAM...

TAHLILAH APAKAH DILARANG....?
Ritual tahlilan merupakan hal yang diada-adakan, yang sama sekali tidak ada dasar dan ketentuannya dalam Islam. Adapun yang menjadi alasan mengapa ritual tahlilan dilarang adalah sebagai berikut:
  1. Termasuk bentuk dari niyâhah (ratapan kepada si mayit) dan merupakan perbuatan orang jahiliyyah.
Dasarnya adalah hadist mauqûf atau âtsar yang shahih dari sahabat Jarir bin Abdullah al-Bajaly :
كُنَّا نَرَي الإجْتِمَاعَ إلي أهْلِ الْمَيِّتِ وَ صَنْعَةُ الطَّعَامِ مِنَ النِّيَاحَةِ
Artinya: Kami (para sahabat) menganggap kegiatan berkumpul dirumah keluarga mayit serta mengidangkan makanan merupakan bagian dari niyahah(meratapi mayit).
Diterima dari Thalhah kemudian dikeluarkan dari Ibnu Abi Syaibah bahwasanya:
قَدَمَ جَرِيْرٌ عَلَي عُمَرَ فَقَالَ :هَلْ يُنَاحُ قَبْلَكُمْ عَلَي الْمَيِّتِ ؟ قَالَ :لَا,قَالَ : فَهَلْ تَجْتَمِعُ النِّسَاءُ عِنْدَكُمْ عَلَي الْمَيِّتِ وَ يُطْعَمُ الطَّعَامُ ؟ قَالَ : نَعَمْ, فَقَالَ : تِلْكَ النِّيَاحَةُ .
Artinya : Sahabat Jarir mendatangi Sahabat Umar. Umar berkata: apakah kamu sekalian suka meratapi mayit? Jarir menjawab: Tidak, Umar berkata: apakah diantara wanita-wanita semua kalian suka berkumpul dirumah keluarga mayit dan memakan hidanganya ? Jarir menjawab: Ya,Umar berkata: hal itu sama dengan niyahah (meratap).
Dari Said bin Jabir dari Kaban atau Abu Hilal al-Bukhtari, kemudian dikeluarkan Abdul al-Razaq. Hadist tersebut, dengan lafal berbeda dikeluarkan pula Ibnu Abi Syaibah melalui perjalanan sanad Fudhalah bin Hashien,’Abd al-Kariem, Sa’ied bin Jabbier, yaitu:
مِنْ عَمَلِ الْجَا هِلِيَّةِ النِّيَا حَةُ وَ الطَّعَامُ عَلَي الْمَيِّتِ وَ بَيْتُوْتَةُ الْمَرْاَةِ ثُمَّ اَهْلِ الْمَيِّتِ لَيْسَتْ مِنْهُمْ .
Merupakan perbuatan orang-orang jahiliyah: niyâhah, hidangan dari keluarga mayit, dan menginapnya para wanita di rumah keluarga mayit”
  1. Tasyabbuh kepada orang-orang kafir
Tidak ragu lagi, bahwa ritual tahlilan merupakan ritual yang diadopsi dari ajaran agama Hindu, berdasarkan keterangan sejarah tahlilan yang telah dipaparkan sebelumnya. Oleh harena itu ritual tersebut merupakan salah satu bentuk tasyabbuh (penyerupaan) dengan orang kafir yang dilarang keras oleh Islam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَاتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُم ْتَتَّقُونَ1
Artinya: “Dan sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah oleh kalian kepada jalan itu, dan jangan kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikanmu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar kamu bertaqwa” (al-An’am: 153)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ2
Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari mereka.”
  1. Mempersulit dalam urusan agama.
Prinsip dasar yang dibangun oleh Islam adalah hendak menghilangkan atau menghindari pembebanan. Hal ini sesuai dengan inti muatan pesan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam,
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ الدُّلْجَةِ.3
Sesungguhnyaagama ini (Islam) adalah mudah. Tidaklah seseorang mempersulit diri kecuali seseorang tersebut akan dikalahkan oleh agama. Maka bersungguh-sungguhlah dan mendekatkan dirilah dan beri kabar gembiralah. Dan minta pertolonganlah kalian pada waktu pagi hari dan malam hari dan pada akhir malam.”
Acara ritual tahlilan haruslah ditolak dan tidak boleh dilaksanakan karena didalamnya terdapat unsur yang memberatkan keluarga si mayit. Secara logika, ketika sebuah keluarga ditinggal mati oleh salah satu anggota keluarganya tentunya mereka bersedih karena merasa kehilangan, dan seharusnya mereka kita hibur, bukan malah kita menambah beban mereka dengan menyibukkan mereka untuk membuat jamuan makanan. Ini bertentangan dengan prinsip Islam, karena harusnya kita yang membuat makanan untuk kita hadiahkan kepada mereka agar mereka terhibur. Sebagaimana petunjuk Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya untuk membuat makanan yang ditujukan kepada keluarga Ja’far ketika ditinggal mati oleh Ja’far,
إصْنَعُوْا لِأهْلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَإِنَّهُ قَد جَاءَهُمْ مَايَشْغَلَهُمْ4
Buatlah makanan untuk keluarga Ja’far, karena telah datang suatu urusan yang menyibukkan mereka.”
  1. Termasuk bid’ah sesat dalam agama.
Sebagaimana kita ketahui, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para sahabatnya tidak pernah mengerjakan dan mencontohkan ritual tahlilan tersebut. Sehingga ritual tersebut dikategorikan sebagai bid’ah dalam agama yang tertolak. Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
5مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَليْهِ اَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barang siapa mengerjakan suatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami, maka amalan tersebut tertolak”
  1. Pembahasan Tentang Yasinan
    1. Definisi Yasinan
Yasin merupakan salah satu nama surat yang terdapat di dalam al-Qur’an, tepatnya surat ke-36. Di tengah-tengah masyarakat ada satu ritual yaitu mereka berkumpul membaca surat yasin untuk keperluan tertentu seperti tahlilan, atau seseorang membacanya pada setiap malam jum’at dengan tujuan tertentu lainnya karena keyakinan tentang fadhilah-fadhilah yang terdapat di dalamnya dibandingkan surat-surat yang lainnya. Sehingga ritual tersebut dinamakan “yasinan.”
Kebanyakan masyarakat tersebut membiasakan membaca surat yasin baik pada malam jum’at, ketika mengawali atau menutup majlis ta’lim, ketika ada atau setelah kematian seseorang, dan pada acara-acara lain yang mereka anggap penting. Saking seringnya surat Yasin dijadikan bacaan diberbagai pertemuan dan kesempatan.
Pada umumnya, orang-orang tersebut membacanya karena mereka tergiur oleh fadhilah atau keutamaan suratYasin dari hadits-hadits yang banyak mereka dengar atau menurut keterangan guru-guru mereka.
    1. Dalil-Dalil yang Menganjurkan Yasinan dan Fadhilah-Fadhilahnya
      • Dalil naqliy
Kebanyakan masyarakat membaca suratYasin, sebagaimana yang telah dikemukakan diatas terkait fadhilah dan ganjaran yang dijanjikan bagi orang yang membacanya sangatlah besar.
Akan tetapi, setelah dilakukan kajian dan penelitian tentang hadits-hadits yang menerangkan fadhilah suratYasin tersebut ternyata semua haditsnya lemah, bahkan ada yang berstatus palsu, sehingga tidak bisa dijadikan hujjah untuk mengamalkannya.
Adapun hadits-hadits yang semuanya Dhaif (lemah) atau Maudhu’ (palsu) yang mereka jadikan dasar tentang fadhilah surat yasin, diantaranya adalah sebagai berikut:
إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ قَلْبًا وَقَلْبُ الْقُرْآنِ يسٍ مَنْ قَرَأَيسٍ كَتَبَ اللهُ لَهُ بِقِرَاءَتِه قِرَاءَةَالْقُرْآنِ عَشَرَمَرَّاتٍ
Artinya : Sesungguhnya segala sesuatu itu memiliki jantung, dan jantungnya al-Qur’an itu adalah surat Yasin. Barangsiapa yang membaca Yasin maka Allah akan mencatatkan baginya pahala membaca al-Qur’an sepuluh kali lipat.
Hadits ini di-takhrij oleh Ad-Darimi (2/456), Tirmidzi (4/46), dan Baihaqi (2223). Kemudian Tirmidzi mengomentari bahwa hadits ini adalah hadits yang Gharib yang tidak di ketahui sanadnya kecuali dari riwayat Hamid bin Abdul Rahman, dan di dalam sanad hadits ini ada seorang perawi yang bernama Harun atau Muhammad, dia adalah seorang guru/syaikh yang tidak dikenal (majhul). Hadits ini tidak shahih karena keadaan sanadnya yang dla’if .6
مَنْ قَرَأَيسٍ في لَيْلَةٍابْتِغَاءَ وَجْهَ اللهِ غُفِرَلَهُ
Artinya : Barangsiapa yang membaca surat Yasin pada suatu malam karena mencari ridla Allah maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya.7

مَنْ قَرَأَ يس فَكَأَنَّمَا قَرَأَ الْقُرْآنَ عَشْرَ مَرَّات
Artinya : Barangsiapa yang membaca surat Yasin maka pahalanya seperti membaca al-Qur’an sepuluh kali.8
Hadits ini adalah hadits yang mursal9 dan sebagian ulama menolak hadits ini untuk berhujjah, namun sebagian ulama hadits ada yang menerimanya dengan beberapa syarat.10

Masih banyak hadits-hadits yang terkait dengan fadhilah keutamaan surat Yasin yang lain yang tidak kami cantumkan, yang kesemuanya berstatus Dhaif(lemah) bahkan Maudhu’ (palsu). Satupun tidak ada yang berstatus Hasan apalagi Shahih. Jadi tidak bisa diamalkan sama sekali.
    1. Mengapa Yasinan Dilarang?
Tradisi Yasinan yang sudah lazim di masyarakat Indonesia khususnya di daerah pulau Jawa ini sudah menjadi kebiasaan yang sudah di anggap sunnah, oleh karena dalil-dalil di atas setelah di teliti tidak ada hadits satupun yang sohih maka penulis menjelaskan, yang ringkasnya :
  1. Hadits tentang yasinan semuanya tidak shohih, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai hujjah. Dan kita tidak boleh mengatakan bahwa hal itu bersumber dari Nabi SAW.
مَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ الْنَارِ
Artinya: Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah bersiap-siap mencari tempat duduknya di neraka.
  1. Kita tidak boleh mengamalkan isinya, karena ibadah itu harus ada dalil yang shorih dan harus sesuai apa yang di contohkan oleh Nabi
  2. Yasinan adalah bid’ah yang di anggap sunnah. Karena hal ini tidak pernah di contohkan oleh Nabi.Sebagaimana hadits yang di riwayatkan oleh imam ahmad dan imam muslim dari ‘Aisyah ra yang berbunyi :

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَليْهِ اَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ11
Artinya: barang siapa yang mengerjakan suatu perbuatan ( agama) yang tidak ada perintahku untuk melakuklannya , maka perbuatan itu tertolak.
  1. Karena Nabi SAW dan para shababat tidak pernah melakukannya, maka kita sebagai umat yang mengaku mengikuti risalahnya wajib untuk tidak mengadakan yasinan (tanpa reserve).
  2. Nabi SAW telah melarang kita mengkhususkan hari Jum’at atau malamnya untuk diisi dengan ibadah-ibadah tertentu. Rasulullah SAW bersabda :
لَاتَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الجُمْعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَلَا تَخْصُوا يَوْمَ الْجُمعَةِ بِصِيَامِ مِنْ بَيْنَ الْأَيَّامِ إلَّا أنْ يَكُوْنَ فِي صَوْمٍ يَصُوْمُهُ أحَدُكُمْ (رواه مسلم)

Artinya: “ janganlah kalian mengkhususkan malam jum’at dari malam-malam lainnya untuk shalat malam. Jangan pula kalian mengkhususkan hari jum’at dari hari-hari lainnya untuk puasa kecuali bila bertepatan dengan puasa sunnah yang biasa dia lakukan

  1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan penelitian yang telah kami lakukan, maka menjadi jelas bahwa:
  1. Hadits shahih riwayat Abu Dawud dan Imam Ahmad yang dinukil di dalam Kitab Hasyiyah ‘ala Maraqy al-Falah oleh Ahmad ibn Ismail at-Thahawy ternyata mengalami kesalahan penukilan lafadz hadits dari kitab asalnya, yang berakibat fatal terhadap makna hadits tersebut. Sehingga hadits tersebut dijadikan pembenaran dilakukannya ritual Tahlilan.
  2. Argumen berdasarkan Kaidah Ushul Fiqih al-Istihsan yang mereka gunakan tertolak berdasarkan pemaparan di atas.
  3. Semua hadits tentang yasinan, setelah melewati penelitian, disamping juga berdasarkan sumber-sumber lain, tidak dapat dijadikan hujjah karena status hadits-hadits tersebut satupun tidak ada yang shahih.
  4. Berdasarkan argumen-argumen di atas, bahwa pelaksanaan ritual tahlilan dan yasinan itu tidak ada dasarnya dalam agama, sehingga ritual tersebut tergolong dalam kategori bid’ah dhalâlah (sesat) yang tidak bisa diamalkan.






Daftar Pustaka
Al-Qur’an al-Karim
Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, Tanya Jawab Agama Jilid Dua dan Empat.
Yuniardi, Harry, Santri NU Menggugat Tahlilan, Bandung: Mujahid Press, 2009
Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997

Hassan, A. Qadir, Kata Berjawab, Solusi untuk Berbagai Permasalahan Syariah, Surabaya: Pustaka Progressif, 2007

Khalaf, Abdul Wahab, Prof. Dr.; Alih Bahasa: Prof. Drs. KH. Masdar Helmy, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: Gema Risalah Press, 1997

Asy-Syaukani, Fath al-Qadir al-Jami’ Baina Faniyyi ar-Riwâyah wa ad-Dirâyah fi ‘Ilmi at-Tafsîr, Lajnah at-Tahqiq al-Bahts al-‘Ilmi Bidar al-Wafa, tth.
Baihaqi, Syu’abu al-Iman, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tth.

Thahan, Mahmud Dr., Taysîr Musthalah al-Hadits, Dar al-Fikr, tth.

Abu Dawud, Sunan Abu Dawud

Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari

At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi

Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban








1 Al-Qur’an Surat al-An’am, ayat 153.

2 Abu Dawud, Sunan Abu Dawud. No. 4033 Bab Fii Lubsyi asy-Syahroti.Dishahihkan oleh al-Albani, dalam Shahih al-Jami’, no. 6149.

3 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, no. 39.

4 At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi. No. 998 Bab At-Tho’amu Yusna’u li Ahli al-Bait. Hadits ini Hasan-Shahih.

5 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, No. 75, hal. 289.


6 Asy-Syaukani, Fath al-Qadîr al-Jami’ Baina Faniyyi ar-Riwayah wa ad-Dirayah fi ‘Ilmi at-Tafsir. Hal, 472-473 (Lajnah at-Tahqiq al-Bahts al-‘Ilmi Bidar al-Wafa, tth).

7 Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban no 2565 (Muassasah ar-Risalah, tth), Didla’ifkan Albani dalam Dla’if At-Targhib Wa At-Tarhib

8 Baihaqi, Syu’abu al-Iman no 2232 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tth).

9 Hadits mursal adalah hadits yang gugur perawi setelah tabi’in pada akhir sanadnya. Mahmud Thahan, Taysir Musthalah al-Hadits, hal. 59 (Dar al-Fikr, tth)

10 Lihat Taysir Musthalah al-Hadits, hal. 60 (Dar al-Fikr, tth)

11 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, No. 75, hal. 289.

Friday 31 May 2013

ttop untuk S60V5, & S^3 ( music player )


malam agan.......

kali ini ane mw shrare koleksi media player ane yg tentu aja slalu ane pake,,,
Aplikasi TTPOD ini merupakan salah satu aplikasi yang terpopuler buat Symbian. Dengan berbagai fitur dan kelebihan yang tertanam, di aplikasi ini membuat para sobat kepincut. Dan salah satunya adalah dengan fitur yang sudah saya sebutkan di judul postingan di atas 













Fitur Utama:
• Dukungan penuh untuk Symbian ^ 3 andS60v5 perangkat.
• antarmuka khusus untuk controlusing layar sentuh.
• Format yang didukung: MP3, AAC, WMA dan M4A.
• Built-in equalizer.
• fade Sound, stereo wideningand efek bass boost.
• Dukungan untuk kulit dan visualeffects.
• Kemampuan untuk men- download lagu-lagu cover album, dan lirik.
• Akses online ke chart musik.
• timer tidur.
• Mini-pemain dalam modeand latar belakang snew features.


agan juga bisa ganti2 skin tentunya....

yg mw coba silahkan dunlut aplikasiy dibawah nih... 








selamat mencoba.......




     ........ anda berhasil, kami puas.......



Wednesday 29 May 2013

BOROBUDUR ADALAH PENINGGALAN NABI SULAIMAN

Jika selama ini banyak ilmuwan-ilmuwan mengatakan bahwa negeri saba’ yang diceritakan dalam alquran itu berada di daerah yang sekarang adalah Yaman, maka menurut KH Fahmi Basya, negeri saba’ itu sebenarnya berada di Indonesia. Benarkah?





Dalam flying book itu KH Fahmi Basya mengungkapkan dengan bukti-bukti ilmiah bahwa candi borobudur bukanlah hasil kebudayaan hindu, sebagaimana kita ketahui selama ini. Candi borobudur sudah ada sejak lama, jauh sebelum hindu ada di nusantara ini. Berdasarkan penelitiannya, candi borobudur itu bahkan di bangun oleh nabi sulaiman dengan bantuan para jin pada jaman ketika nusantara belum berbentuk seperti sekarang, yaitu masih berupa daratan yang luas. Banyak data dan analisis yang dipaparkan dalam flying book itu sebagai bukti terhadap argumen ini.
Untuk mengetahui salah satu bukti argumen itu, sebelumnya ada baiknya kita mengetahui simbol lafadz bismillah. Simbol itu bisa dibuat dengan melukis sebuah 7 buah lingkaran sama besar yang salah satu lingkaran berada di tengah dan dikelilingi oleh 6 lingkaran lainnya.
Masing-masing lingkaran mewakili satu huruf pada lafadz bismillah yaitu ba, sin, mim, alif, lam, lam, dan ha’ . Jika keenam lingkaran di luar masing-masing titik pusatnya secara berurutan dihubungkan dengan garis kemudian lingkaran-lingakaran yang diluar itu dihapus, jadilah bentuk itu sebagai segi enam dengan lingkaran di tengahnya. Itulah simbol lafadz bismillah.
Sekarang mari kita amati salah satu kontur yang banyak terukir di batu-batu candi Borobudur. inilah kontur itu.
ternyata bentuk itu banyak sekali kita temukan pada batu-batu di candi Borobudur. Segi enam dengan lingkaran ditengahnya. Apakah arti bentuk itu? Ternyata simbol segi enam dengan lingkaran di bawahnya adalah simbol lafadz bismillah. Demikianlah salah satu bukti analisa yang disampaikan oleh KH Fahmi Basya dalam flying booknya.
Selain itu, dalam flying book tersebut juga diungkapkan secara ilmiah bahwa candi borobudur dahulunya bukan di tempat seperti yang sekarang, melainkan sempat mengalami pemindahan dengan kecepatan pemindahan melebihi kecepatan cahaya (60.000 kali). Hal ini mengakibatkan kontur candi borobudur mengalami peluruhan. Pemindahan candi ini sesuai cerita dalam alqur’an : “Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”. (QS.An Naml:40)
Selama ini yang sering diungkapkan adalah bahwa pemindahan itu dari yaman ke palestina, namun sesungguhnya bukti nyatanya belum pernah ditemukan.
Lalu menurut penelitian KH Fahmi Basya, dimana letak candi Borobudur sebelum dipindahkan? Jawabannya adalah di kawasan candi boko yang terletak di kabupaten bantul. Di kawasan itu nampak bekas-bekas adanya candi besar. Namun, candi besar itu hilang, entah bagaimana hilangnya, yang jelas bukan karena hancur atau runtuh. Bahkan di kawasan candi boko ditemukan serpihan-serpihan sisa candi yang konturnya mirip dengan kontur candi borobudur. Hanya saja, kontur yang ada di kawasan candi boko ini tampak lebih jelas dibandingkan dengan kontur yang ada di candi borobudur. Hal ini disebabkan peluruhan yang terjadi akibat pemindahan dengan kecepatan 60.000 kali kecepatan cahaya tadi. (Lihat gambar)
Lebih jauh lagi KH Fahmi Basya membahas sisi lain dari candi borobudur, yaitu bahwa desain candi borobudur sangat kompleks dan memiliki makna yang dalam. Misalnya relief yang ada di dinding-dindingnnya, ukuran volume candi yang membentuk balok al quran ( 23x23x12 = 6348 = jumlah ayat dalam alqur’an berserta basmalah), bahkan bukti foto google art yang menunjukkan bahwa puncak candi membentuk sebuah sebuah garis lurus yang menghubungkannya dengan rukun syaam dan hajar aswad ka’bah. Dan banyak lagi fakta-fakta yang dikemukakan dalam flying book itu.
Nama saba’ sendiri, di dapat dari Alqur’an, dimana secara singkat Alqur’an (surat An Naml dan surat Saba’) menceritakan bahwa negeri saba’ dahulu merupakan sebuah negeri yang amat makmur, subur tanahnya dan maju bangsanya. Dalam negeri itu pernah hidup Nabi-Nabi terdahulu seperti nabi daud AS, Nabi Sulaiman AS, dan juga seorang ratu perempuan yang amat melegenda yaitu ratu Bilqis. Namun, negeri itu dimusnahkan oleh Allah SWT dengan sebuah banjir yang amat besar karena kemusyrikan bangsa di negeri itu, yaitu kereka melekukan ibadah menyembah matahari.
Sementara itu, dalam sebuah legenda yang sangat terkenal di dunia, konon pernah ada sebuah negeri yang karakteristiknya hampir mirip dengan yang diceritakan alqur’an itu. Negeri itu bernama negeri Atlantis. Negeri itu berada di sebuah daratan yang luas dan subur, dan dihuni oleh bangsa maju dan makmur, unggul dalam hal irigasi pertanian. Daratan luas itulah yang disebut sebagai benua Atlantis yang mana benua itu musnah pada jaman es. Seiring tenggelamnya daratan Atlantis, maka musnahlah negeri Atlantis yang begitu makmur itu.
Berdasarkan kemiripan kisah dalam Al Qur’an dan legenda yang berkembang di hampir sekuruh oenjuru dunia itu, bisa jadi, negeri saba’ yang dimaksudkan dalam Al Quran itu tak lain adalah negeri Atlantis yang dulu mendiami daratan Atlantis yang kini sudah musnah akibat banjir besar di jaman es. Benar atau tidaknya memeang masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Selama ini hampir kebanyakan ilmuwan mengatakan bahwa negeri saba’ yang disebutkan dalam Alquran itu terletak di daerah Yaman, bahkan dalam banyak tafsir Al Quran pun mengatakan demikian. Namun, melalui ekspedisi dan penelitiannya, yang hasilnya dibuat dalam bentuk flying boook, KH Fahmi Basya menyimpulkan bahwa bukanlah daerah Yaman letak sebenarnya negeri Saba’ itu, melainkan ia berada di sebuah wilayah dengan pusatnya di pulau Jawa, dimana dahulu wilayah itu mencakup wilayah Indonesia dan masih merupakan sebuah daratan yang luas atau berupa sebuah benua. Berikut saya tuliskan 14 bukti yang dikemukakan oleh KH fahmi Basya yang mengungkapkan bahwa negeri saba’ dalam Al Qur’an itu bukan terletak di Yaman melainkan di Indonesia.
PERTAMA. Nama saba’ itu sendiri. “..dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini.” (QS. 27:22). Di Indonesia ada nama dan tempat bernama saba’ (tempat pertemuan) dan ada tempatnya. sementara di Yaman tidak ada. Yang ada hanya sabuun(prasasti), tapi tidak ada a=nama tempat bernama saba’
KEDUA. Hutan saba’. “Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah hutan (kebun) di sebelah kanan dan di sebelah kiri” (QS.34:14). Disebutkan terdapat hutan sebagai tanda kekuasaan (ayat). Allah menyebut sesuatu sebagai ayat maka berarti sesuatu tersebut tidak akan hilang dan tetap dapat di amati oleh manusia. Sebagaimana dalam QS 54.15 Allah menyebut kapal nabi nuh sebagai ayat dan itu kita temukan. Maka sesuai sebutan “ayat” itu seharusnya hutan itu juga bisa ditemukan atau pastilah hutan saba’ itu masih ditemukan. Kita bisa buka dalam kamus bahasa jawa kawi, HUTAN dalam bahasa jawa adalah WANA, dan SABA’ berarti PERTEMUAN. Jadi hutan saba’ itu ada di pulau jawa yaitu WANASABA=WONOSOBO Ada juga nama sleman yang berasal dari kata sulaiman. Sementara di Yaman tidak diketemukan nama-nama semacam itu.
KETIGA. Tempat bersujud (menyembah) kepada matahari. “Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah (bersujud kepada) matahari…”(QS. 27:24). Di Yaman tidak dijumpai tempat semacam itu, sementara di Indonesia tempat semacam itu ada yaitu di kawasan bukit candi Boko. Disana ada tempat yang digunakan untuk menyembah matahari yang berupa bangunan di atas bukit menghadap ketimur, ke arah matahari terbit.
KEEMPAT. Bangunan di lembah semut. “Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab[1097]: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku …”(QS. 27:40). Di Yaman tidak ada bangunan semacam ini, tapi di Indonesia ada, yaitu candi Borobudur. candi Borobudur terletak di sebuah lembah, dan itulah lembah semut, lembah terindah di dunia.
KELIMA. Fakta pemindahan. Ada bekas stupa di candi Boko (36 km dari candi Borobudur), dimana tekstur bekas stupa itu sangat mirip dengan yang ada di candi borobudur. di Yaman tidak ada.
KEENAM. Sidrin qolil. “…sesuatu yang disebut sidrin Qolil”(qs. 34:16). Di indonesia sidrin qolil ini masih ada sampai sekarang, yaitu terdapat di candi Boko, sementara di Yaman tidak ada.
KETUJUH. Buah yang rasanya pahit, dan menjadi buah mulut (cerita rakyat). “…dan kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit…”(QS. 34:16). Di Indonesia ada buah yang rasanya pahit yaitu buah MAJAPAHIT, di Yaman tidak ada.
KEDELAPAN. Sisa banjir. “… Maka kami datangkan kepada mereka banjir yang besar…”(QS.34:16). Di Yaman disebutkan banjir ini disebabkan runtuhnya bendungan Ma’rib (sebesar bendungan situ gintung) tapi banjir yang semacam ini terlalu kecil untuk memusnahkan sebuah negeri. Tapi di Indonesia banjir itu ada yaitu banjir sangat besar yang menenggelamkan dataran/dangkalan sunda, mengakibatkan Indonesia terbagi menjadi banyak pulau. Fakta sejarah mengungkapkan bahwa dulu nusantara merupakan satu wilayah daratan yang luas sebelum menjadi wilayah kepulauan.
KESEMBILAN. Bukti bahwa negeri saba’ telah dihancurkan sehancur-hancurnya. “Maka kami jadikan mereka buah mulut dan kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur.” (QS.34:19). Di Indonesia fakta jelas mengatakan bahwa wilayah nusan tara yang dulunya satu daratan, setelah banjir besar di jaman es terbagi menjadi 17.000 pulau. Dari 1 menjadi 17.000. dalam sejarah dunia belum pernah ada daratan yang karena suatu kejadian kemudian menyebabkannya terbagi menjadi 17.000 bagian. Inilah maksud dari dihancurkan sehancur-hancurnya. Semantara di Yaman tidak ada fakta semacam itu.
SEPULUH. “…Kami bataskan padanya perjalanan…”(QS.34:18). Setelah banjir besar, maka perjalana darat menjadi terbatas karena pulau-pulau dibatasi lautan. Sementara di Yaman tidak ditemukakan fakta ini.
SEBELAS. Jarak terbang ideal. “Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: “Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini.”(QS.27:22). “Pergilah dengan (membawa) suratku ini”(QS.27:28) jarak pemindahan istana adalah sejauh jarak terbang burung (36 km). di Indonesia jarak ideal ini ada Yaitu jarak candi Borobudur-candi Boko. Sementara kalo di Yaman, jarak antara Yaman-Palestina terlalu jauh.
KEDUABELAS. “Dan Tuhanmu Maha Memelihara segala sesuatu.” (QS.34:21). Jadi pastilah Allah memelihara negeri saba’ yang menjadi ayat (tanda kekuasaan) Nya itu. Di Yaman sudah tidak ada, sementara di Indonesia masih ada.
KETIGABELAS. Surat dari Nabi Sulaiman unutk ratu Balqis. “Berkata ia (Balqis): “Hai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat yang mulia. Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya: “bismillahirrahmaanirrahiim” (QS. 27:29-30). Di Indonesia ada bukti yang ditemukan di istana ratu boko berupa lempengan/plat emas bertuliskan bismillahirrahmaanirrahiim. Di Yaman tidak ada.
KEEMPATBELAS. Gedung yang tinggi. “Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku).”(QS.34:13). Di Indonesia jelas ada yaitu candi borobudur, sedangkan di Yaman tidak ada.
Bagaimana tanggapan para pembaca setelah membaca artikel ini? Tidak percaya??
Mengapa piramida berbentuk segitiga?
Rahasia di balik stupa di borobudur?
Di mana letak kerajaan Nabi Sulaiman dan Ratu Belqis?
Di mana letak kerajaan Nabi Ibrahim?
Rahasia di balik sa’i?
Hubungan Hajar Aswad dengan Candi Borobudur?
Rahasia Saba’ dalam Al Qur’an?
Bukti kebenaran kerajaan Nabi Sulaiman dan Ratu Belqis di Indonesia?
Silahkan tonton/download videonya disini :
CD A :
http://www.4shared.com/video/86ePAVDQ/AVSEQ01.html
CD B :
http://www.4shared.com/video/sdmwl0O2/AVSEQ02.html

Tuesday 28 May 2013

SEJARAH MUSHAF AL-QUR’AN

 Al-Qur’an merupakan kitab yang berisi risalah-risalah bagi umat manusia yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Al-Qur’an sangatlah urgen dalam agama islam, karena Al-Qur’an adalah firman Allah SWT, dan juga merupakan sumber hukum islam yang pertama. Al-Qur’an merupakan kompilasi dari ayat-ayat dan surat-surat yang mana memiliki nilai I’jaz yang tinggi. Dan dalam sejarah mushaf Al-Qur’an terdapat berbagai macam kisah di dalamnya.
Dengan perjuangan para sahabat dalam kodifikasi Al-Qur’an, di awali dengan pelbagai gejolak dalam diri sahabat untuk mengumpulkan firman Allah yang tidak ada pada zaman Nabi, Sampai-sampai zaid bin Tsabit memilih memindahkan gunung raksasa dari pada merangkum Al-Qur’an.
Karena jasa para sahabatlah umat muslim saat ini dapat memperoleh Al-qur’an seutuhnya. Kami akan mencoba membahas tentang sejarah mushaf- Al-Qur’an yang mana banyak orang yang belum mengetahuinya.
B.       Rumusan Masalah
a)      Bagaimanakah Al-qur’an pada masa Rasulullah?
b)     Bagaimanakah Al-qur’an pada masa Abu Bakr dan Umar?
c)      Bagaimanakah Al-qur’an pada masa utsman?
d)     Bagaimanakah susunan ayat dan suarat dalam Al-Qur’an?
 C.      Pembahasan
1.    Al-Qur’an pada Masa Rasulullah
Pada periode ini terdapat lebih kurang enam puluh lima sahabat yang ditugasi oleh Nabi Muhammad bertindak sebagai pencatat wahyu. Di antaranya adalah Abban Bin Sa’id, Abu Bakr as-Siddiq, Ubayy Bin Ka’b, Ja’far Bin Abi Thalib, Zubair Bin Arqam, Zaid Bin Tsabit, Shurahbil Bin Hasna, Muawiyyah, Abdullah Bin Abdullah, Muhammad Bin Maslama, Mu’aqib Bin Mughira, Yazid Bin Abi Sufyan dan lain-lain. Saat wahyu turun Nabi Muhammad secara rutin memanggil para penulis yang ditugaskan agar mencatat ayat itu. Zaid bin tsabit meceritakan sebagai ganti atau mewakili peranan dalam Nabi Muhammad, ia seringkali dipanggil diberi tugas penulisan saat wahyu turun. Sewaktu ayat al-jihad turun, Nabi Muhammad memanggil zaid bin tsabit membawa tinta dan alat tulis dan kemudian mendiktekannya; ‘amr bin um-maktum al-a’ma duduk menanyakan kepada nabi Muhammad, “bagaimana tentang saya? Karena saya sebagai orang buta.” Dan kemudian turun ayat, “ghairu uli al-darar” (bagi orang-orang yang bukan cacat). Saat tugas penulisan selesai, zaid membaca ulang di depan Nabi Muhammad agar yakin tak ada sisipan kata lain yang masuk ke dalam teks.
Sebagian sahabat juga menulis Al-Qur’an karena inisiatif sendiri pada pelepah kurma, lempengan batu, papan tipis, kulit atau daun kayu, pelana, dan potongan tulang belulang binatang. Zaid Bin Tsabit berkata: “kami menyusun Al-Qur’an di hadapan pada rasulullah pada kulit binatang.”
Praktik yang biasa berlaku di kalangan sahabat tentang penulisan Al-Qur’an, menyebabkan Nabi Muhammad melarang orang-orang menulis sesuatu darinya kecuali Al-Qur’an, “dan siapa yang telah menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an, maka ia harus menghapusnya.” Beliau ingin Al-Qur’an dan hadits tidak ditulis pada halaman kertas yang sama agar tidak terjadi campur aduk dan kekeliruan. Berdasarkan kebiasaan nabi memanggil juru tulis ayat-ayat yang baru turun, kita dapat menarik kesimpulan bahwa pada masa kehidupan beliau seluruh al-qur’an sudah tersedia dalam bentuk tulisan.
Tulisan-tulisan pada nabi tidak terkumpul pada satu mushaf. Biasanya terdapat pada para sahabat dan yang dimiliki oleh seorang sahabat belum tentu dimiliki oleh sahabat yang lain. Al-Qur’an telah di hafal dan ditulis dalam mushaf tapi masih dalam bentuk ayat-ayat dan surat-surat dipisahkan, setiap surat berada dalam satu lembaran secara terpisah, dan Al-Qur’an belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang menyeluruh (lengkap). Karena di saat itu belum ada tuntutan kondisi untuk membukukannya dalam satu mushaf, sebab nabi masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu ke waktu, di samping itu terkadang pula terdapat ayat yang menasakh ayat yang sebelumnya. Zaid bin tsabit berkata:
قبض النبي ص م ولم يكن القران جمع في شيء
“ٍٍٍSaat nabi Muhammad wafat, Al-qu’an masih belum dirangkum dalam satuan bentuk buku”
Disini kita perlu memperhatikan penggunaan kata ‘pengumpulan’ bukan ‘penulisan’. Dalam komentarnya, Al-Khattibi menyebut, ”catatan ini member isyarat akan kelangkaan buku tertentu yang memiliki ciri khas tersendiri. Sebenarnya, kitab Al-Qur’an telah ditulis seutuhnya sejak zaman Nabi Muhammad. Hanya saja belum disatukan dan surah-surah yang ada juga belum tersusun.”
2.    Al-Qur’an pada Masa Abu Bakr dan Umar
Pada awalnya Al-Qur’an ditulis pada kulit binatang dan alat tulis lainnya, tapi barang tersebut masih berserakan dan mudah hilang. Ditambah lagi pada saat peperangan yamamah (perang memerangi orang-orang murtad) pada tahun dua belas hijriah sebanyak tujuh puluh qori’ dari para sahabat gugur. Umar bin Khatab merasa khawatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakr dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan al-qur’an karena khawatir akan musnah. Sebab peperangan yamamah telah banyak menggugurkan para qori’.
Di sisi lain Umar merasa khawatir juga jikalau peperangan di tempat lain akan membunuh banyak qari’ pula sehingga al-qur’an akan hilang dan musanah. Akan tetapi Abu Bakr menolak usulan ini dan keberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh rasulullah. Namun umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakr untuk menerima usulan Umar tersebut. Kemudian Abu Bakr memerintahkan Zaid bin Tsabit, mengingat kedudukannya dalam berbagai aspek seperti masalah qira’at, hafalan, penulisan, pemahaman, kecerdasan, serta kehadiarannya pada pembacaan terakhir. Pada awalnya Zaid menolaknya, akhiranya setelah terjadi jejak pendapat yang cukup panjang, akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Al-Qur’an tersebut. Maka mulailah Zaid mengumpulkan Al-Qur’an. Dikumpulkannya dari pelepah kurma, kepingan-kepingan batu dan dari hafalan para penghafal. Pada suatu saat zaid mendapatkan akhir surat al bara’ah berada pada Abu Khuzaimah Al-Anshari yang tidak ia dapatkan dari orang lain. Zaid bertindak sangat teliti dan sangat hati-hati. Baginya tidak cukup hanya bergantung pada hafalan semata tanpa disertai tulisan. Jadi, ayat akhir surat al-bara’ah tersebut telah dihafal oleh banyak sahabat dan mereka menyaksikan ayat itu dicatat. Tetapi hanya catatannya hanya terdapat pada abu Khuzaimah Al-Anshari.
Ibnu Abi Dawud berkata: ”Zaid tidak mau menerima dari seseorang mengenai Al-Qur’an sebelum disaksikan oleh dua orang saksi.” Menurut Ibnu Hajar yang dimaksud dengan dua saksi yaitu hafalan dan catatan. Ada sebagian pendapat yang menyebut kumpulan ini dengan suhuf karena ukurang kepingan-kepingan kertas yang digunakan untuk menulis Al-Qur’an tidak sama sehingga menjadikan tumpuk-tumpukan kertas itu tidak tersusun dengan rapi. Sedangkan pendapat yang lain menyebut kompilasi ini denga mushaf, karena ali yang berkata: “orang yang paling besar pahalanya berkenaan dengan ‘mushaf’ ialah Abu Bakr. Semoga allah melimpahkan rahmatNya kepada Abu Bakr. Kemudian lembaran-lembaran ini disimpan Abu Bakr. Setelah ia wafat pada tahun tiga belas Hijriyah, lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan tetap berada di tangannya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ke tangan Hafshah binti Umar. Dialah orang yang pertama mengumpulkan Al-Qu’an.” Periode ini disebut dengan jam’u Al-Qur’an ats-tsani.
3.    Al-Qur’an pada Masa Utsman
Pengumpulan al qur’an pada masa utsman di latar belakangi dengan perbedaan di kalangan umat islam dalam membaca (qira’at) al qur’an. Adanya perbedaan dalam bacaan al qur’an sebenarnya bukan hal baru sebab Umar sudah mengantisipasi bahaya perbedaan ini sejak zaman pemerintahannya. Dengan mengutus Ibn Mas’ud ke irak, setelah Umar di beritahukan bahwa dia mengajarkan al-qur’an dalam dialek Hudhail(sebagaimana Ibn Mas’ud mempelajarinya), dan Umar pun naik pitam lalu berkata “Al-Qur’an telah di turunkan dalam dialek quraish, maka ajarkanlah menggunakan dialek quraish, bukan menggunakan dialek Hudhail.
Ketika penyerbuan Armenia dan Azerbaijan dari penduduk irak, termasuk Hudzaifah bin Al-Yaman. Ia melihat banyak perbedaan dalam cara-cara membaca Al-Qur’an. Sebagian bacaan itu bercampur dengan ketidakfasihan, masing-masing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan puncaknya mereka saling mengafirkan. Melihat kenyataan demikian, Hudzaifah segera menghadap Utsman dan melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya. Utsman juga berpendapat demikian bahwa sebagian perbedaan itu pun terjadi pada orang orang yang mengerjakan qira’at kepada anak anak. Lalu anak anak itu akan tumbuh, sedang diantara mereka terdapat perbedaan dalam qira’at. Para sahabat amat memperhatikan kenyataan ini karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran pertama yang ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat islam pada lembaran lembaran itu dengan bacaan bacaan baku pada satu huruf.
Utsman kemudiaan mengirim utusan kepada Hafshah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya), dan Hafshah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya. Kemudian Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari, Abdullah bin Az Zubair, Said bin Al-ash, dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam (tiga orang qurasy). Lalu ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang qurasy itu, hendaklah ditulis dalam bahasa quraisy, karena Al qur’an turun dalam bahasa mereka.
Mereka melaksanakan perintah itu. Setelah mereka menyalinnya menjadi beberapa mushaf, Utsman mengembalikan lembaran-lembran itu kepada Hafshah. Selanjutnya, Utsman mengirimkan mushaf baru tersebut ke setiap wilayah dan memerintahkan agar semua Al qur’an atau mushaf lainnya (sebelum disalin) di bakar. Banyak pertanyaan yang muncul dari sikap Utsman tersebut. Alasannya ia khawatir kalau-kalau mushaf yang bukan salinan “panitia empat” itu tetap beredar. Padahal pada mushaf-mushaf yang peredarannya dikhawatirkan itu terdapat kalimat yang bukan Al-Qur’an karena merupakan catatan khusus sahabat-sahabat tertentu. Disana terdapat juga beberapa kalimat  yang merupakan tafsiran, dan bukan Kalam Allah
Kemudian Utsman memutuskan agar mushaf-mushaf yang beredaradalah mushaf yang memenuhi persyaratan berikut,
a)         Harus terbukti mutawatir, tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad.
b)         Mengabaikan ayat yang bacaannya di-naskh dan ayat tersebut tidak diyakini dibaca kembali di hadapan Nabi pada saat saat terakhir.
c)         Susunan surat dan ayat seperti yang dikenal sekarang ini, berbeda dengan mushaf Abu Bakar yang susunan suratnya berbeda dengan mushaf Utsman.
d)        System penulisan yang digunakan Mushaf mampu mencakupi qira’at yang berbeda sesuai dengan lafadz lafadz Al-Qur’an ketika turun.
e)          Semua yang bukan termasuk Al-Qur’an dihilangkan. Misalnya yang ditulis di mushaf sebagian sahabat di mana mereka juga menulis makna ayat di dalam mushaf, atau penjelasan nasikh-mansukh.
Untuk pendistribusian mushaf usmani menurut beberapa laporan ada empat: Kufah, Basra, dan Suriah, yang satu lagi disimpan di Madinah; Riwayat lain menambahkan Mekah, Yaman, dan Bahrain. Ad-Dani lebih cenderung menerima riwayat yang pertama.
4.    Perbedaan antara Al-Qur’an di Masa Abu Bakar dan Utsman
Pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan Abu Bakar ialah memindahkan semua tulisan atau catatan Al-Qur’an yang semula bertebaran di kulit-kulit binatang, tulang belulang, pelepah kurma, dan sebagainya, kemudian dikumpulkan dengan ayat ayat dan surat-suratnya yang tersusun serta terbatas pada bacaan yang tidak dimansukh dan mencakup ketujuh huruf sebagaimana ketika Al-Qur’an itu di turunkan.
Sedangkan pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan Utsman lebih menitikberatkan pada penyalinan kembali mushaf Abu Bakar yang asalnya tujuh huruf menjadi satu huruf. Dan juga banyaknya perbedaan dalam membaca mushaf tersebut dengan dialek mereka masing masing , dan ini menyebabkan timbulnya sikap saling menyalahkan. Maka Utsman segera memerintahkan untuk menyalin lembaran-lembaran itu kedalam satu mushaf dengan menertibkan/menyusun surat-suratnya dan membatasinya hanya pada bahasa Quraisy saja dengan alasan bahwa Al Qur’an diturunkan dalam bahasa mereka. Hal tersebut untuk mencegah perpecahan diantara kaum muslimin.
5.    Susunan Al-Qur’an
a)    Susunan Ayat
Ketetapan rincian ayat-ayat dan penempatan ayat-ayat pada tempatnya berdasarkan taufiqi. Seperti Al-Kalbi melaporkan dari Abu Sufyan tentang Ibnu Abbas tentang ayat;

“dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan pada Allah.”
Ia menjelaskan, “ini adalah ayat terakhir yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Malaikat Jibril turun dan minta meletakannya setelah ayat ke dua ratus delapan puluh dalam Surah Al-Baqarah.”
b)   Susunan Surah
1)         Ada yang berpendapat bahwa susunan surah itu taufiqi dan ditangani langsung oleh Nabi sebagaimana diberitahukan Malikat Jibril kepadanya atas perintah Allah
2)         Kelompok dua berpendapat bahwa tertib surat itu berdasarkan ijtihad para sahabat, sebab ternyata ada perbedaan tertib di dalam mushaf-mushaf mereka. Misalnya mushaf Ali disusun menurut tertib nuzul, yakni dimulai dengan iqra’ kemudian Al-Mudatsir lalu Nun, Al-Qolam, kemudian Al-Muzamil dan seterusnya. Al-Baqillani cenderung pada pendapat ini.
3)         Kelompok ketiga berpendapat sebagian surat itu tertibnya bersifat taufiqi dan sebagian lainnya berdasarkan ijtihad para sahabat. Hal ini karena terdapat dalil yang menunjukan tertib sebagian surat pada masa Nabi. Hal ini karena terdapat dalil yang menunjukan tertib sebagian surat pada masa Nabi. Misalnya, keterangan yang menunjukan tertib as-sab’u, ath-thiwal, al-hawamin, dan al-mufashshal pada masa hidup Rasulullah. Ibn ‘atiyya mendukung pendapat ini.

TAHLILAN MENURUT HUKUM ISLAM...

TAHLILAH APAKAH DILARANG....? R itual tahlilan merupakan hal yang diada-adakan, yang sama sekali tidak ada dasar dan ketentuannya dal...